Jumat, 01 Juli 2011

Teori Dasar Impact


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

Dalam perkembangan dunia industri, terutama yang berhubungan dengan penelitian bahan dan penggunaannya, maka dalam proses produksinya banyak hal atau criteria yang harus dipenuhi agar material tersebut dapat digunakan dalam dunia industri.

Untuk penggunaan sebagai bahan, sifat-sifat khas dari material logam harus diketahui sebab logam tersebut akan digunakan untuk berbagai macam keperluan dan keadaan. Sifat logam tersebut meliputi sifat mekanik, sifat thermal, sifat kimia, kemampukerasan, kemampuan dimensi, dan lain sebagainya. Adapun dalam percobaan ini yang akan diuji adalah sifat mekanik dari logam terutama sifat ketangguhannya.

Dengan mengetahui tingkat ketangguhan logam, maka tentunya kita dapat memperkirakan kemampuannya dalam menerima energi tumbukan yang diberikan secara tiba-tiba sehingga dapat mematahkan suatu material.Untuk itulah dilakukan pengujian impact pada material yang nantinya akan digunakan dalam konstruksi mesin. Pengujian ini amat penting dalam menentukan ketahanan suatu material terhadap perpatahan, berdasarkan energi yang diberiakan oleh tumbukan/pembebanan secara tiba-tiba pada suatu material.

Dahulu, untuk membuat rangka suatu jembatan, orang-orang hanya menggunakan material yang telah tersedia. Umumnya mereka menggunakan material yang kuat dang etas sehingga mereka berpikiran bahwa material yang paling baik digunakan untuk pembuatan rangka jembatan (yang mampu menahan beban kejut dengan baik) adalah material yang kuat dang etas. Akan tetapi masih sering terjadi hal-al yang buruk seperti jembatan yang roboh atau jembatan yang secara tiba-tiba bias patah. Oleh karena itu untuk mengurangi dan menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk maka sebelum menentukan material yang akan digunakan perlu diadakan suatu pengujian awal untuk mengetahui ketangguhan material yang akan digunakan dalam menahan beban kejut sehingga diadakan pengujian impact test. 









1.2              Tujuan dan Manfaat Pengujian

  1. Tujuan Pengujian
    1. Tujuan Khusus

1.      Menjelaskan definisi, tujuan, dan prosedur pengujian impact.
2.      Mengetahui energi takikan terhadap kekuatan impact
3.      Membuat grafik hubungan antara energi impact dengan temperature pada beberapa jenis takiakan.
4.      Mengetahui pengaruh temperature terhadap energi impact bahan
5.      Membandingkan grafik THP dengan grafik transisi ulet-getas.
    1. Tujuan umum

1.      Mengetahui pengaruh temperature terhadap laju patah getas.
2.      Mengetahui laju pembebanan pada temperature normal dan temperature rendah (ditentukan asisten).
3.      Mengetahui hubungan ketangguhan retak dengan energi impact.
4.      Mengetahui type-type, metode, dan mode perpatahan.

  1. Manfaat pengujian

a.       Bagi praktikan

1.      Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi perpatahan pada suatu jenis logam.
2.      Mengetahui pengaruh bentuk takikan terhadap laju perpatahan.
3.      Mengetahui Jenis-jenis perpatahan.

b.      Bagi industri

1.      Suatu industri dapat membuat produk yang berkualitas dengan mengetahui sifat-sifat bahan dari hasil pengujian impact.
2.      Memudahkan suatu industri dalam pengolahan dan perancangan suatu bahan sekaligus menekan biaya produksi.
3.      Pemilihan bahan dapat dilakukan dengan mudah, sesuai data yang telah diperoleh pada uji impact.





BAB II
LANDASAN TEORI


2.1     Teori Dasar
2.1.1 Pengertian Impact Test

Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan dengan beban kejut. Untuk menentukannya perlu diadakan pengujian inpact. Ketahanan impact biasanya diukur dengan metode Charpy atau Izood yang bertakik maupun tidak bertakik. Pada pengujian ini, beban diayun dari ketinggian tertentu untuk memukul benda uji, yang kemudian diukur energi yang diserap oleh perpatahannya.
Impact test merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk menguji ketangguhan suatu specimen bila diberikan beban secara tiba-tiba melalui tumbukan. Ketangguhan adalah ukuran suatu energy yang diperlukan untuk mematahkan atau merusak suatu bahan yang diukur dari luas daerah dibawah kurva tegangan regangan. Suatu bahan mungkin memiliki kekuatan tarik yang tinggi tetapi tidak memenuhi syarat untuk kondisi pembebanan kejut. Suatu paduan memiliki parameter ketangguhan terhadap perpatahan yang didefinisikan sebagai kombinasi tegangan kritis dan panjang retak.

Bentuk takikan yang digunakan pada specimen dalam pengujian tumbukan yaitu :


 

a)      Bentuk Segitiga (V) :


 


b)      Bentuk 1/2 Lingkaran :



 

c)      Bentuk Segi empat :


Specimen yang digunakan untuk suatu takikan terdiri dari dua buah yang diuji pada suhu normal dan suhu rendah.


2.1.2 Metode-Metode Pengujian

  1. Metode Charpy (USA)
Merupakan cara pengujian dimana specimen dipasang secara horizontal dengan kedua ujungnya berada pada tumpuan, sedangkan takikan pada specimen diletakkan di tengah-tengah dengan arah pembebanan tepat diatas takikan.



 




                                                       



Kelebihan :

    1. Hasil pengujian lebih akurat
    2. Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan
    3. Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang
    4. Harga alat lebih murah
    5. Waktu pengujian lebih singkat

Kekurangan :

1.      Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal
2.      Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak dicekam
3.      Pengujian hanya dapat dilakukan pada specimen yang kecil
4.      Hasil pengujian kurang dapat atau tepat dimanfaatkan dalam perancangan karena level tegangan yang diberikan tidak rata.


  1. Metode Izood (Inggris)

Merupakan cara dimana specimen berada pada posisi vertical pada tumpuan dengan salah satu ujungnya dicekam dengan arah takikan pada arah gaya tumbukan. Tumbukan pada specimen dilakukan tidak tepat pada pusat takikan melainkan pada posisi agak diatas dari takikan seperti yang tertera pada gambar sbb :











            Kelebihan :

1.      Tumbukan tepat pada takikan karena benda kerja dicekam dan spesimen tidak mudah bergeser karena dicekam pada salah satu ujungnya.
2.      Dapat menggunakan specimen dengan ukuran yang lebih besar.

Kerugian :

1.      Biaya pengujian yang lebih mahal
2.      Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya, sehingga hasil yang diperoleh kurang baik.
3.      Proses pengerjaan pengujiannya lebih sukar
4.      Hasil perpatahan yang kurang baik
5.      Waktu yang digunakan cukup banyak karena prosedur pengujiannya yang banyak, mulai dari menjepit benda kerja sampai tahap pengujian.
6.      Memerlukan mesin uji yang berkapasitas 10000 ton

2.1.3 Faktor-faktor  yang mempengaruhi  ketangguhan bahan :

1.      Bentuk takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut yang mengakibatkan energi impact yang dimilikinya berbeda-beda pula. Berikut ini adalah urutan energi impact yang dimiliki oleh suatu bahan berdasarkan bentuk takikannya.
a)      Takikan segitiga
Memiliki energi impact yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal ini disebabkan karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.


 


                                                

b)      Takikan segi empat
Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segi tifga karena tegangan terdistribusi pada 2 titik pada sudutnya.












 





c)      Takikan Setengah lingkaran
Memiliki energi impact yang terbesar karena distribusi tegangan tersebar pada setiap sisinya, sehingga tidak mudah patah.





















 




2.      Kadar Karbon
Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi memiliki sifat yang kuat dan getas sehingga membutuhkan energy yang tidak besar sedangkan material yang kadar karbonnya rendah memiliki sifat yang ulet dan lunak sehingga membutuhkan energy yang besar dalam perpatahannya.

3.      Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impact semakin kecil yang dibutuhkan untuk mematahkan specimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.

4.      Temperatur
Semakin tinggi temperature dari specimen, maka ketangguhannya semakin tinggi dalam menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperature yang lebih rendah. Namun temperature memiliki batas tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan sendirinya.
Grafik dibawah ini akan menunjukkan hubungan antara temperature dengan energi impact, laju patah getas Y (%), beban mulur (P’), dan beban maks. (Kg).

5.      Transisi ulet rapuh
hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur yang susah ditentukan oleh system tegangan yang bekerja pada benda uji yang bervariasi, tergantung pada cara pengusiaannya.sehingga harus digunakan system penekanan yang berbeda dalam berbagai persamaan.

6.      Efek komposisi ukuran butir
ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya. Semakin halus ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin rapuh sedangkan bila ukurannya besar maka bahan akan ulet.



7.      Perlakuan panas dan perpatahan
perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati besar-besar butir  benda uji dan untuk menghaluskan butir. Sedangkan untuk menambah keuletan suatu bahan dapat dilakukan dengan penambahan logam.

8.      Pengerasan kerja dan pengerjaan radiasi
pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis yang kecil pada temperature ruang yang melampaui batas atau tidak luluh dan melepaskan sejumlah dislokasi serta adanya pengukuran keuletan pada temperature rendah. Pengerasan kerja ini akan menimbulkan berapakah pada logam karena peningkatan komplikasi s akibat pembentukan dislokasi yang saling berpotongan.

2.1.4  Jenis dan tipe-tipe perpatahan
a.       jenis perpatahan
v  Patah ulet yaitu perpatahan yang terjadi yang didahului deformasi plastic dan penyerapan energi
v  Patah getas yaitu perpatahan yang tanpa didahului dengan deformasi plastic dan penyerapan energi yang hanya sedikit atau dapat dikatakan tidak terjadi penyerapan energi

b.      tipe-tipe perpatahan
v  Perpatahan transgranular atau juga disebut patah gelah yang umumnya terjadi pada struktur body center cubic yang dibuat pada temperature rendah. Perpatahan Transgranular merupakan perpatahan yang terjadi akibat retakan yang merambat didalam butiran material.



 






6

v  Perpatahan intergranular yaitu perpatahan yang terjadi akibat retakan yang merambat diantara butiran material yang kerap dikatakan sebagai perpatahan khusus. Pada berbagai paduan didapatkan berbagai keseimbangan yang sangat peka antara tegangan yang diperlukan untuk perambatan retak dengan pembelahan dan tegangan yang diperlukan untuk perpatahan rapuh sepanjang batas butir.



 





5

2.1.5  Tegangan tiga sumbu
Pada gambar terlihat bahwa penambahan pelat yang tebal akan menimbulkan tegangan yang tinggi. Bila tebal  B  bertambah maka tegangan yang diperoleh material dalam arah sumbu X dan sumbu Y yaitu sx dan sy akan mengecil. Karena adanya pengaruh momen inersia  I = ½ bh2










bh





                                                                 sz sx sy            x


                                         z                    y                                       

                                                                                                     

Pada gambar diatas terlihat bahwa penumbukan plat yang tebal akan menimbulkan tegangan yang tinggi, dimana tegangan masing-masing dalam arah sumbu x dan y yaitu sy penekanan yang dilakukan dalam arah sumbu x dan y. untuk ketebalan specimen yang lebih besar, tegangan yang diperoleh dalam arah x dan y berkurang karena adanya distribusi tegangan ke tiga arah ( trioksal ) pada sumbu koordinat seperti yang ditunjukkan pada gambar tersebut.

2.1.6        Grafik transisi ulet getas

7

Pengujian impact terutama untuk memperlihatkan penurunan  kelenturan dan kekuatan impact bahan dengan struktur BCC pada temperature rendah. Sebagai contoh gambar diatas adalah baja karbon yang memiliki temperature transisi lentur rapuh yang relative tinggi sehingga hanya dapat digunakan dengan aman pada temperature dibawah nol jika temperature transisinya diturunkan dengan menggunakan paduan. Suatu paduan memerlukan parameter ketangguhan terhadap perpatahan ( Kc ) yang didiefinisikan sebagai kombinasi tegangan kritis dan panjang retak. Kc didefinisikan karena banyaknya paduan yang mengandung retak – retak kecil yang akan menjalar jika mengalami tegangan yang melebhi temperature kritis.

            Transisi ulet getas kemudian dapat dijelaskan berdasarkan kriteria bahwa material bersifat ulet pada setiap temprature apabila tegangan luluh pada temprature tersebut lebih kecil dibandingkan tegangan yang diperlukan untuk memperbesar mikroretak. Apabila tegangan luluh lebih besar dari pada tegangan yang diperlukan untuk memperbesar mikroretak tersebut maka material tersebut bersifat getas.   







2.1.7        Grafik Hubungan T,W,E, dan P serta t Vs P

8


Penjelasan grafik :
v  titik I
pada titik ini menunjukan specimen diuji pada suhu -800 C dan tingkat kegetasan 100 % sehingga energi hampir dikatakan tidak ada
v  titik II
pada titik ini menunjukan specimen diuji pada titik -60 0C dan tingkat kegetasan masih 100 % dengan energi yang mulai ada
v  titik III
pada titik ini menunjukan specimen diuji pada titik -40 0C dan tingkat kegetasan sudah mulai turun menjadi  95 % dengan energi kurang lebih 1 kgm

v  titik IV
pada titik ini menunjukan specimen diuji pada titik -20 0C dan tingkat kegetasan sudah mulai turun menjadi 70% dengan energi kurang lebih 2 kgm

v  titik V
pada titik ini menunjukan specimen diuji pada titik 20 0C dan tingkat kegetasan  70 % dengan energi  yang dihasilkan 2 kgm
v  titik VI
pada kondisi ini sudah mencapai titik maksimum dan energinya sudah mencapai 10 kgm sehingga walaupun suhunya naik specimen tersebut tidak akan bertambah.



Penjelasan hubungan antar grafik :

Ø  Hubungan antara Temperatur T (0C) dengan Energi impact E (Kg.m)
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa temperature sangat berpengaruh pada ketangguhan suatu material. Dimulai dari rapuh, yakni pada suhu yang sangat rendah. Pada tahap ini, akibat suhu yang sangat rendah mengakibatkan ukuran butir mengecil sehingga jarak antar butir semakin jauh, ikatan melemah, dan rapuh. Dengan demikian material amat mudah patah, sehingga energi yang dibutuhkan untuk mematahkannya sangat kecil pula. Selanjutnya dengan bertambahnya temperature, maka ukuran butir makin membesar sehingga jaraknya semakin dekat dan ikatannya menguat serta ketangguhannya meningkat, namun masih getas. Dengan demikian energi impactnya meningkat. Kemudian apabila temperature makin meningkat, hingga material mencapai keuletan sampai pada temperature maksimalnya, energi yang dibutuhkan untuk mematahkannya akan bertambah pula sampai nilai maksimum. Selanjutnya jika lewat dari titik ini, maka energi akan menurun karena adanya deformasi.

Ø  Hubungan antara Temperatur (0C) dengan Laju Patah Getas (%)
Dari grafik nampak bahwa hubungan antar kedua variable berbanding terbalik. Semakin rendah temperature, maka material akan semakin getas hingga mencapai nilai 100%. Seiring dengan bertambahnya temperature, kegetasan berkurang hingga mencapai nilai minimum., diman keuletan meningkat, seperti penjelasan pada poin sebelumnya.

Ø  Hubungan antara Temperatur (0C) dengan Beban (Kg)
Berdasarkan analisa grafik di atas, terlihat bahwa beban mulur dari posisi pertama ke posisi keeempat semakin meningkat kemudian berikutnya beban mulur menjadi semakin menurun. Kurva dari titik I ke titik IV dengan temperature dari sangat rendah menuju ke temperature tinggi, material pada tahap ini bersifat getas. Pada tahap seperti ini material menjadi kaku, sehingga diperlukan beban yang besar untuk membuatnya mulur karena kecil kemungkinan terjadinya deformasi plastis yang lebih besar, sehingga beban mulurnya semakin menurun pula.

Ø  Hubungan Kadar karbon (%) dengan energi Impact (E)
Semakin kecil kadar karbon yang terdapat pada suatu bahan, maka energi impact yang dibutuhkan untuk mematahkan semakin besar, karena ikatan molekul bahan tinggi. Sedangkan apabila kadar karbon meningkat hingga melebihi batas kritisnya, maka energi impact yang dibutuhkan semakin rendah pula, karena ikatan molekul bahan melemah.

           




2.1.8  Fatik dan hal –hal yang mempengaruhi terjadinya fatik
Fatik adalah prilaku logam yang bila mana dibebani tegangan variabel siklus yang cukup besar ( sering kali dibawah tegangan luluh ) akan mengalami perubahan yang terdeteksi pada sifat mekaniknya. Dalam praktek sebagian besar kesalahan disebabkan oleh fatik. Sehingga perhatian ahli teknik tertuju pada kegagalan fatik yang terjadi pada benda yang patah menjadi dua bagian. Seringkali kegagalan tersebut disebabkan kesalahan desain suatu komponen dan dalam hal seperti ini banyak yang dapat dilakukan oleh seorang ahli metalurgi. Oleh karena itu pendekatan terhadap fatik ada tiga aspek yaitu :
a.    Masalah rekayasa
b.   Aspek metalurgi secara keseluuhan
c.    Struktur skala halus dan perubahan atom

3



2

Hal –hal yang mempengaruhi terjadinya fatik  :
  1. penyelesaian permukaan
karena retak fatik seringkali berada pada dekat komponen, kondisi permukaan merupakan hal yang perlu diperhatikan pada fatik. Bekas permesinan dan ketidak rataan lain harus dihilangkan dan usaha ini berpengaruh sekali terhadap sifat fatik. Lapisan permukaan yang diberi tekanan dengan tumbukan partikel akan meningkatkan umur fati
  1. pengaruh temperature
pengaruj temperature terhadap fatik mirip dengan pengaruh temperature terhadap kekuatan tarik maksimum. Kekuatan fatik paling tinggi pada temperature rendah, dan berkurang secara bertahap dengan naiknya temperature

  1. frekuensi siklus tegangan
pengaruh frekuensi siklus tegangan terhadap umur fatik untuk berbagai jenis logam umumnya tidak ada, meskipun penurunan frekuensi biasanya menurunkan umur fatik. Efek ini bertambah bila temperature uji fatik kita naikkan bila umur fatik cenderung bergantung pada waktu uji seluruhnya dan tidak pada jumlah siklus.

  1. tegangan rata –rata
untuk kondisi fatik dimana tegangna rata – rata
            sNf    =  [(smax   +  smin)/2]
Tidak melampaui tegangan luluh sy, maka berlaku hubungan  :
            sNf    = konstan
Yang disebut juga hokum basquin, dimana hokum tersebut tidak berlaku bagi untuk fatik siklus rendah dengan
         s lebih besar dari sy , akan tetapi disini berlaku hubungan   epNf    =  Db = konstan

  1. lingkungan
fatik yang terjadi dalam lingkungan korosif biasanya disebut fatik korosi. Telah diketahui bahwa kikisan korosi oleh media cair dapat menimbulkan lubang – lubang etsa yang bersifat sebaga tekuk. Akan tetapi bila mana serangan korosi terjadi secara serentak bersamaan dengan pembebanan fatik efek perusakan jauh lebih besar dibandingkan dari efek tekuk semata.

2.1.9        Grafik S_N









Gaya yang dapat dibebankan pada bahan selama pembebanan siklus jauh lebih rendah daripada beban static. Kekuatan tarik dapat dijadikan pedoman desain untuk konstruksi yang mengalami beban static. Jumlah siklus N yang dapat dipikul oleh logam akan turun dengan naiknya tegangan S(seperti gambar). Gambar diatas merupakan kurva S_N yang lazim diperoleh untuk perpatahn fatik baja. Untuk desain N à  ∞ tegangan perlu dibatasi, yaitu dibawah batas ketahanan (endurance limited) kurva tersebut.

2.1.10    Jenis Pengujian tak merusak
1.      Pengujian pewarnaan
Cara ini dipakai untuk mendeteksi cacat dengan penembusan zat pada celah cacat dipermukaan. Cairan Houresen atau cairan pewarna dipakai untuk maksud ini. Yang pertama diamati dibawah sinar UV dan yang terakhir diamati dibawah sinar tampak terang.
2.      Pengujian dengan bubuk magnet
Kalau bahan yang dapat dimagnetkan, misalnya baja berada dalam medan magnet, Hules magnet pada baja akan terputus oleh adanya retakan atau inklusi disekitar permukaan, jadi di bubuk magnet akan di absorb.
3.      Pengujian arus EDDY
Kalau batang biji ditempatkan dalm lilitan yang dialiri arus listrik berfrekuensi tinggi, maka arus EDDY yang mengalir pada batang uji akan berubah kalau ada cacat.
4.      Pengujian penyinaran
Dengan menggunakan sinar X, sinar gamma dan sinar neutron yang memiliki daya tembus besar melalui benda memungkinkan untuk mengetahui adanya cacat dari  bayangan film yang ditempatkan dibelakang benda, yang menunjukkan variasi intensitas karena perbedaan absorbs sinar oleh rongga dan kepadatan didalam benda.
5.      Pengujian ultrasonic
Gelombang ultrasonic 1-5 MHz merambat dalam bahan dan memantul di tempat cacat. Dari deteksi gelombanag pantulan dapat diketahui adanya cacat

2.1.11 Mode-mode Perpatahan
Selain  berdasarkan jenis dan typenya, perpatahan dapat pula diklasifikasikan berdasarkan arah beban yang diberikan terhadap material. Kita dapat menggambarkan arah tersebut sbb :


 









            Jadi berdasarkan gambar diatas, dapat diperoleh 3 mode perpatahan, sbb :

1.      Mode I (opening shear)


 






Merupakan perpatahan akibat pemberian beban yang mengakibatkan tegangan yang arahnya tegak lurus dengan bidang perpatahan dan tegangan tersebut berada pada posisi yang sejajar berlawanan arah pada masing-masing sisi dari bahan. (sb.Y)
Contoh : perpatahan pada shock breaker

2.      Mode II (In-Plane Shear)

Pada mode ini tegangan terjadi pada sumbu Z dari bahan artinya melintang terhadap arah perpatahan. Hal ini terjadi karena beban diberikan tidak sejajar dan berlawanan arah pada kedua ujung material, sehingga seakan-akan terjadi sliding.
Contoh : perpatahan pada kopling gesek


 





3.      Mode III (Out-Plane Shear)

Pada mode ini, tegangan terjadi pada sb. x dari bahan (vertical), dimana tegangan tsb berada pada arah yang tidak sejaajr dan berlawanan arah pada sb. x.
Contoh : perpatahan pada roda gigi.












2.2  Rumus yang digunakan












A.    Tinggi beban sebelum dilepaskan (H1)


Dimana :

R      =          Jari-jari bandul
         =          950 mm
α       =          simpangan bandul sebelum dilepaskan
Catatan : Untuk semua specimen H sama

B.     Beban dalam satuan (Kg)



Dimana :

m = massa bandul (Kg)

C.     Tinggi beban kalibrasi alat (Hk)

                                                      

Dimana :

Uk     =         Usaha kalibrasi (J)
G       =         Gravitasi (m/s2)

D.    Tinggi beban setelah dilepaskan (H2)

                                                                         

Dimana :

         β = Sudut simpangan bandul setelah dilepaskan
           
E.     Tinggi beban perhitungan (Hs)


F.      Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen (Us)
                                             

G.    Kekuatn Impact (UI)

Dimana :

A = Luas penampang







           









3.3 Data Dan Pengolahan Data

A.    Data :

Ø  Beban Bandul (U = 300 J)
Ø  Panjang Lengan Bandul (R = 950 mm = 0,95 m)
Ø  Usaha Kalibrasi (Uk = 2 J)
Ø  Tinggi Beban sebelum dilepaskan (H1)
                       
= 0.95 + 0.95 sin (160 – 90)
= 0.95 + 0.95 sin 70
= 1.843 m
                                
Ø  Massa Bandul (m)
                  

                         
                          = 300 / (1.843 x 9.8)
                          =16.61 Kg

Ø  Tinggi Beban Kalibrasi alat (Hk)

                     = 2 / (9.8 x 16.61)
                     = 0.0123 m

B.     Pengolahan Data Untuk Spesimen Normal :


1.      Spesimen dengan bentuk takikan segitiga dengan kedaslaman 2,0 mm dan β = 99o


 





Ø  Luas Penampang (A)

                                    A = L (L – 2)
                                        = 10 (10 – 2)
                                        = 80
                                                           
Ø  Tinggi Bandul Setelah Dilepaskan (H2)

                                               
                                         = 0.95 + 0.95 sin (99 – 90)
                                         = 0.95 + 0.95 sin 9
                                         = 1.099 m

Ø  Tinggi Beban Perhitungan (Hs)


                                       = 1.843 – 1.099 – 0.0123
                                       = 0.7317 m

Ø  Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen (Us)

                                               
                                          = 16.61 x  9.8 x 0.7317
                                          = 119.10

Ø  Kekuatan Impact (Ui)



                                         = 119.10 / 80
                                         = 1.489
2.      Spesimen dengan bentuk takikan Setengah lingkaran dengan kedaslaman 2,0 mm dan β = 87o


 





Ø      Luas Penampang (A)

A = L (L – 2)
                                        = 10 (10 – 2)
                                        = 80

Ø  Tinggi Bandul Setelah Dilepaskan (H2)


                                         = 0.95 + 0.95 sin (87 – 90)
                                         = 0.95 + 0.95 sin (-3)
                                         = 0.9 m

Ø  Tinggi Beban Perhitungan (Hs)

                                   
                                            = 1.843 – 0.9 – 0.0123
                                            = 0.9307 m

Ø  Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen (Us)


                                          = 16.61 x  9.8 x 0.9307
                                          = 151.5

Ø  Kekuatan Impact (Ui)
                                      



                                         = 151.5 / 80
                                         = 1.894

3.      Spesimen dengan bentuk takikan Setengah lingkaran dengan kedaslaman 2 mm dan β = 90,5o


 




Ø  Luas Penampang (A)

A = L (L – 2)
                                        = 10 (10 – 2)
                                        = 80

Ø  Tinggi Bandul Setelah Dilepaskan (H2)


                                         = 0.95 + 0.95 sin (90.5 – 90)
                                         = 0.95 + 0.95 sin 0.5
                                         = 0.958 m

Ø  Tinggi Beban Perhitungan (Hs)

                                   
                                            = 1.843 – 0.958 – 0.0123
                                            = 0.8727 m

Ø  Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen (Us)


                                          = 16.61 x  9.8 x 0.8727
                                          = 142.06


Ø  Kekuatan Impact (Ui)
                                      



                                         = 142.06 / 80
                                         = 1.776


C.    Pengolahan Data Untuk Spesimen Temperatur Rendah :

1)      Spesimen dengan takikan segitiga dengan kedalaman 2 mm dan β =86o




 






Ø  Luas Penampang (A)

A = L (L – 2)
                                        = 10 (10 – 2)
                                        = 80

Ø  Tinggi Bandul Setelah Dilepaskan (H2)


                                               = 0.95 + 0.95 sin (86 – 90)
                                               = 0.95 + 0.95 sin (-4)
                                               = 0.884 m

Ø  Tinggi Beban Perhitungan (Hs)

                                   
                                           = 1.843 – 0.884 – 0.0123
                                            = 0.9467 m

Ø  Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen (Us)


                                          = 16.61 x  9.8 x 0.9467
                                          = 154.1

Ø  Kekuatan Impact (Ui)
                                      



                                         = 154.1 / 80
                                         = 1.93
2)      Spesimen dengan takikan setengah Lingkaran dengan kedalaman 2 mm dan β = 79o


 





Ø  Luas Penampang (A)

A = L (L – 2)
                                        = 10 (10 – 2)
                                        = 80

Ø  Tinggi Bandul Setelah Dilepaskan (H2)


                                         = 0.95 + 0.95 sin (79 – 90)
                                         = 0.95 + 0.95 sin (-11)
                                         = 0.769 m

Ø  Tinggi Beban Perhitungan (Hs)

                                   
`                                          = 1.843 – 0.769 – 0.0123
                                            = 1.062 m

Ø  Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen (Us)


                                          = 16.61 x  9.8 x 1.062
                                          = 172.82

Ø  Kekuatan Impact (Ui)
                                      



                                         = 172.82 / 80
                                         = 2.16







3)      Spesimen dengan takikan segi empat dengan kedalaman 2 mm dan β = 83o



 





Ø  Luas Penampang (A)

A = L (L – 2)
                                        = 10 (10 – 2)
                                        = 80

Ø  Tinggi Bandul Setelah Dilepaskan (H2)


                                         = 0.95 + 0.95 sin (83 – 90)
                                         = 0.95 + 0.95 sin (-7)
                                         = 0.834 m

Ø  Tinggi Beban Perhitungan (Hs)

                                   
                                            = 1.843 – 0.834 – 0.0123
                                            = 0.9967 m

Ø  Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen (Us)


                                          = 16.61 x  9.8 x 0.9967
                                          = 162.,24

Ø  Kekuatan Impact (Ui)
                                      


                                         = 162.24 / 80
                                         = 2.03
BAB IV
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.  Analisa hasil Pengujian

PERPATAHAN PADA TEMPERATUR TINGGI

8


Pada grafik diatas diperlihatkan hubungan antara besarnya temperature dan laju perpatahan. Dari grafik diatas dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi temperature maka laju perpatahannya akan semakin kecil. Dengan kata lain laju perpatahan berbanding terbalik dengan temperature. Hal ini juga berarti bahwa produk temperature tinggi baja, seperti perlit dan bainit atas yang kasar memiliki karakteristik perpatahan yang kurang bagus dibandingkan dengan produk seperti bainit bawah dan martensit.

Perpatahan yang terjadi pada temperature tinggi akan mengalami pemulihan setempat dan hal ini akn menghambat pembentukan rongga dan penggabungan rendah. Berbeda dengan kegagalan ulet yang biasa kita jumpai pada temperature rendah, dimana rongga yang bernukleasi pada inklusi didalam butir kemudian tumbuh selama deformasi creep dan akhirnya bergabung dan mengakibatkan perpatahan.

Pada tegangan yang sangat rendah dan temperature tinggi dimana difusi berlangsung dengan cepat dan creep hokum pangkat dapat diabaikan, medan difusi dari rongga yang tumbuh akan tumpang tindih. Dengan kondisi seperti ini, rongga batas butir dapat tumbuh berkat difusi batas, penggabungan rongga akan menimbulkan perpatahan dengan proses kavitasi creep. Untuk temperature rendah perpatahan intergranular lebih sering terjadi daripada perpatahan transgranular.
4.2.  Analisa Tambahan

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BENTUK TAMPAK PATAHAN KOMONEN-KOMPONEN LOGAM

1.      Jenis Perpatahan
Untuk jenis patah ulet maka bentuk tampak patahannya akan berongga dan mengalami pengecilan, karena sebelum material itu patah, akan didahului oleh necking (pengecilan penampang)  dan peronggaan dalam material. Sedangkan untuk jenis  patah getas maka bentuk tampak patahannya tidak berupa rongga dan tidak mengalami pengecilan penampang. Dia akan langsung patah tanpa didhului peristiwa sebelumnya.
2.      Tipe Perpatahan
Untuk tipe perpatahan transgranular perpatahan yang terjadi disebabkan oleh retakan yang merambat didalam butir, jadi bentuk tampak patahannya memperlihatkan perpatahan yang dialami butir sedangkan untuk tipe perpatahan intergranular, bentuk tampak patahannya  hanya terlihat pada batas butir karena retakan yang terjadi hanya merambat diantara butir.
3.      Komposisi ukuran Butir
Ukuran butir juga berpengaruh pada hasil tampak patahan, sesuai dengan ukuran besarnmya  maka semakin halus butiran maka material makin rapuyyh dan bila ukuran butir besar maka akan ulet sehingga dalam perpatahannya akan didahului oleh peristiwa necking dan peronggaan.
4.      Temperature
Perubahan sifat pada suatu bahan berlangsung seiring dengan perubahan suhu  yang terjadi. Semakin rendah temperature maka material itu akan semakin getas dan semakin tinggi temperature maka material akn semakin ulet. Jadi peristiwa necking dan peronggaan akan dialami oleh material yang berada pada temperature tinggi.
5.      Kadar Karbon
Bentuk tampak patahan yang dialami oleh material yang berkadar akarbon tinggi akan berbeda dengan bentuk tampak patahan material yang berkadar karbon rendah karena kadar karbon juga akan menentukan sifat material. Semakin tinggi kadar karbon, maka material akan kuat dan getas . sebaliknya jika material itu memiliki kadar karbon rendah maka akan bersifat ulet
6.      Pembebanan
Suatu material misalkan yang diberikan beban punter maka bentuk tampak patahannya akan miring dan berbentuk menyudut.
7.      Bentuk takikan
Energy impact pada takikan setengah lingkaran merupakan energy impact yang terbesar. Dan terendah pada takikan segitiga. Jadi dapat dismpulkan bahwa perpatahan akan semakin mudah terjadi pada takikan bersudut sehingga pada takikan bersudt ini akan mengalami patah getas.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1        Impact Test adalah suatu pengujian yang dilakukan untuk menguji ketangguhan suatu specimen terhadap pemberian beban secara tiba-tiba melalui tumbukan.
2        Metode yang digunakan pada pengujian impact ada dua yaitu :
·         Metode Charpy
·         Metode Izood
3        Salah satu hal yang mempengaruhi impact adalah temperature. Semakin rendah temperature suatu material maka akan semakin getas material tersebut, dan semakin tinggi temperature maka material akan semakin ulet.
4        Energi impact yang terbesar terdapat pada takikan setengah lingkaran dan terendah pada takikan segitiga. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perpatahan akan semakin mudah terjai pada takikan bersudut.

5.2.Saran-saran
1        Sebaiknya  saat praktikum di laboratorium, kedua metode pada pengujian impact dilakukan , agar kita dapat melihat perbedaannya dengan jelas.
2        Pembuatan takikan pada specimen harus simetris agar hasil yang diperoleh lebih akurat.




















DAFTAR PUSTAKA

Arsip Laporan Metalurgi Fisik. Jurusan Mesin Fakultas Teknik. Universitas Hasanuddin.

Lawrence H.Van Vlack.1991.”Ilmu dan Teknologi Bahan”. Erlangga : Jakarta.

Sardia, tata. & sinroku saito. 1994. Penetahuan bahan teknik. Jakarta : PT. Gramedia.

Smallman, b.e.1991. Metalurgi Fisik Modern. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.






1 komentar:

Tolong tuliskan pendapatnya ya? Terima kasih